PELALAWAN,fokusinvestigasi.com – Seekor anak gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) liar jantan berusia 2 tahun dari Kantong Gajah Tesso Tenggara,di salah satu kawasan pemegang izin konsesi Kabupaten Pelalawan Riau mati usai terlilit tali nilon hingga menimbulkan infeksi pada kakinya.
Sebelum dipastikan mati, bayi gajah berusia sekitar dua tahun ini ditemukan dalam kondisi sakit. Kaki kanan depannya terjerat tali nilon. Informasi, awal bayi gajah ini sakit disampaikan oleh karyawan pemegang konsesi, pada Senin (13/11) sore sekitar pukul 15.00 WIB.
Kabar yang disampaikan, bayi gajah tersebut terlihat sendiri karena tertinggal dan terpisah dari kelompoknya, diduga karena sakit. Dihari Selasa (14/11) BKSDA Riau mengirim tim Wildlife Rescue Unit(WRU), terdiri dari tenaga medis dan perawat gajah bekerja sama dengan para pihak di lapangan.
“Hari pertama tim gabungan melakukan tindakan medis pertama dengan membius gajah untuk melakukan observasi. Hasilnya diketahui bayi gajah tersebut berjenis kelamin jantan,” kata Kepala Bidang Teknis Balai Besar KSDA Riau, Ujang Holisudin, S Hut, Selasa (28/11/2023).
Dari hasil observasi, juga diketahui usia bayi gajah menginjak dua tahun dengan perkiraan bobot badan sekitar 500 kg. Tim gabungan, juga turut menemukan kaki kanan depan bayi gajah luka para akibat terjerat tali nilon yang melilit.
“Tim gabungan menduga tali nilon sudah lama melilit sehingga membuat Iuka sangat dalam hingga menyisakan persendian,” kata Ujang.
Untuk penyelematan, tim gabungan, kemudian langsung melakukan pengobatan dengan memberikan obat antibiotik, antiinfiamasi, vitamin dan infus hingga pemberian antidota sehingga gajah kembali sadar dan langsung bergerak agresif.
Keesokan hari, persisnya pada Rabu (15/11) tim kembali melakukan pengobatan dengan cara melakukan pembiusan terlebih dahulu. Tetapi anak gajah terlihat lebih agresif dan cenderung menghindar.
“Hasil observasi lanjutan oleh tim medis diketahui bahwa kondisi kaki kanan gajah di bagian persendian yang Iuka tersebut semakin merenggang karena otot dan tendornya sudah putus serta terlihat seperti akan lepas,” ujar Ujang.
Melihat kondisi begitu parah, lalu tim medis kembali mengobati luka tersebut dengan memberikan obat antibiotik, antiinflamasi, vitamin, dan infus hingga pemberian antidot sehingga gajah kembali sadar dan langsung bergerak agresif.
Ujang menjelaskan, sesuai hasil pengamatan dan pengobatan yang dilakukan apa yang dialami bayi gajah tersebut pernah terjadi pada gajah liar di kantong Gajah Giam Siak Kecil di tahun 2016.
“Kondisinya hampir sama dengan yang terjadi di Siak, pada bagian kaki tersebut akan lepas secara alami dan proses penyembuhannya akan lebih efektif bilamana tetap bergabung dengan kelompoknya di habitat alaminya,” ungkap Ujang.
Pada Kamis (16/11) kemarin, tim medis yang akan melakukan pengobatan kembali mendapati bayi gajah sedang berendam pada anak sungai yang terhubung dengan kanal yang berdekatan dengan kelompok Gajah liar lainnya.
Karena tim kesulitan untuk melakukan pengobatan, terus dilakukan pemantauan hingga pada pukul 14.30 WIB, kelompok gajah liar menjauh dari posisi bayi gajah.
“Untuk melakukan pengobatan lanjutan, tim melibatkan Mahout dan berupaya mengarahkan agar gajah naik ke darat untuk dapat dilakukan pengobatan. Namun, tidak berhasil dan gajah tetap berendam dan mengeluarkan suara keras dan langsung merebahkan diri di dalam anak sungai tersebut,” ujar Ujang.
Setelah teriakan tersebut, gajah tidak lagi bergerak sehingga tim medis langsung turun untuk melakukan pemeriksaan dan rencana pengobatan. “Hasil pemeriksaan gajah diketahui sudah tidak bernafas atau sudah mati,” sebut Ujang.
Sebelum dikuburkan dilokasi, tim gabungan melakukan tindakan nekropsi untuk memastikan penyebab kematian gajah tersebut. “Hasil yang didapat ditemukan ada timbunan cairan pada paru-paru dan kematian diduga juga disebabkan karena kondisi gajah sudah mengalami infeksi sehingga menyebabkan daya tahan tubuh menurun,” pungkas Ujang.