Surabaya (FI) – Fifie (Direktur CV. Kraton Resto) akhirnya tidak bisa menahan kekecewaan terhadap Ellen Sulistyo dalam pengelolaan restoran Sangria by Pianoza yang merugikan CV. Kraton Resto karena tidak menepati perjanjian yang telah dibuat didepan notaris, sehingga menimbulkan permasalahan yang begitu besar.
“Benar – benar tidak tahu malu dan berterima kasih,” hal itu disampaikan Fifie (Penggugat) selaku direktur CV. Kraton Resto manajemen dari restoran Sangria by Pianoza yang melayangkan gugatan wanprestasi terhadap Ellen Sulistyo (Tergugat I) sebagai pengelola restoran. Selasa (16/4/2024) malam.
“Tahun 2017, Kodam V/Brawijaya dan CV. Kraton Resto mengikatkan diri dalam Kesepakatan Kerjasama Pemanfaatan Aset TNI AD, dalam jangka waktu 30 tahun dibagi 6 periode, dimana satu periode jangka waktunya 5 tahun, dan CV. Kraton sudah membayar PNBP periode pertama tahun 2017 hingga 2022,” ujar Fifie memulai bercerita.
Setelah penandatanganan Kesepakatan Kerjasama dilanjutkan dengan Perjanjian Sewa atau SPK Nomor: SPK/05/XI/2017, untuk menentukan besaran PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) yang harus dibayarkan oleh CV. Kraton Resto untuk periode 5 tahun pertama (2017 – 2022).
“Dari kelanjutan Kesepakatan Kerjasama dan SPK, kita bangun gedung megah dua lantai menghabiskan anggaran kurang lebih Rp.10 milyar difungsikan untuk restoran. Awal restoran berdiri bernama the Pianoza,” lanjut Fifie.
Fifie menceritakan, pada saat restoran the Pianoza sudah beroperasi, ada pandemi Covid-19 melanda Indonesia, sehingga efek dari itu restoran menjadi sepi, tapi walaupun sepi tetap beroperasi.
Di tahun 2022 ada seorang perempuan bernama Ellen Sulistyo atau Ellen Kayanna mendekati Effendi (Tergugat II) selaku komisaris CV. Kraton Resto dan dengan janji – janji manis menawarkan untuk mengelola resto tersebut.
“Dalam rapat direksi, pak Effendi memberi tahu ada perempuan namanya Ellen Sulistyo yang ingin mengelola restoran, akhirnya dengan beberapa pertimbangan kita setujui dia mengelola restoran,” ujar Fifie.
Karena Effendi sudah ada kuasa penuh dari direktur untuk mewakili dan atau bertindak sebagai direktur bila diperlukan, akhirnya dilakukan penandatanganan perjanjian pengelolaan nomor 12 pada tanggal 27 Juli 2022 didepan notaris Ferry Gunawan dan ada perubahan nama restoran menjadi Sangria by Pianoza.
“Dalam perjanjian yang saya baca, ada perubahan nama restoran. Ellen Sulistyo sebagai pengelola mempunyai kewajiban membayar beberapa hal, antara lain PNBP untuk periode II atau selanjutnya, minimum profit sharing Rp.60 juta/bulan sebagai biaya operasional bunga bank yang dipakai untuk pembangunan gedung, tagihan listrik, PBB dan lainnya,” terang Fifie.
Karena Ellen Sulistyo dianggap tidak memenuhi isi perjanjian, antara lain tidak membayar PNBP akhirnya Kodam V/Brawijaya menutup bangunan yang difungsikan sebagai restoran itu.
“Efek besar dari tindakan yang dilakukan Ellen Sulistyo adalah memberikan “alasan” bagi Kodam untuk penutupan bangunan karena Ellen tidak bayar PNBP untuk periode II perjanjian, sehingga kita dirugikan materi dan nama baik kita tercoreng, sehingga saya gugat dia di Pengadilan Negeri Surabaya,” lugas Fifie.
Namun Fifie juga bertanya – tanya kenapa Kodam V/Brawijaya harus melakukan penutupan restonya, karena sehari sebelumnya yaitu tanggal 11 Mei 2023, CV. Kraton Resto atas itikad baiknya sudah memberikan jaminan berupa emas lantakan senilai Rp.625 juta sebagai pembayaran PNBP dan kontribusi seperti yang diminta oleh Kodam V/Brawijaya melalui Aslog Dam V, Kolonel CZI Srihartono.
Dalam gugatan wanprestasi yang dilayangkan Fifie, dan saat ini akan memasuki agenda sidang kesimpulan yang akan digelar pada Selasa (23/4/2024) mendatang, ada pihak – pihak yang ikut di gugat dan ikut Turut Tergugat, yakni Effendi selaku komisaris CV. Kraton Resto yang diberi kuasa mewakili dan bertindak atas nama direktur menjadi Tergugat II, KPKNL Surabaya menjadi Turut Tergugat I, dan Kodam V/Brawijaya menjadi Turut Tergugat II.
Fifie berujar, sebenarnya dengan tidak menuntut Kodam V/Brawijaya secara PMH (Perbuatan Melawan Hukum) namun hanya sebagai Turut Tergugat II, hal itu sudah menunjukan itikad baik dan menghormati institusi militer ini.
“Sedangkan pak Effendi juga sebagai Tergugat II untuk melengkapi para pihak Tergugat karena beliau yang melakukan tandatangan dengan Ellen Sulistyo. Kodam ikut Turut Tergugat II karena Kodam telah menutup bangunan yang difungsikan sebagai resto tanpa melalui prosedur yang benar, dan KPKNL ikut Turut Tergugat I karena sebagai pihak yang berwenang menetapkan nilai PNBP atas aset BMN tersebut,” ungkap Fifie.
Walaupun dalam fakta persidangan diketahui bahwa KPKNL telah menjalankan tugasnya dengan telah menetapkan PNBP sebesar Rp.450 juta/3 tahun pada tanggal 28 April 2023 namun disembunyikan oleh Kodam dan tetap dilakukan penutupan pada tanggal 12 Mei 2023, walaupun telah menerima jaminan dari CV. Kraton Resto sehari sebelumnya. Hal ini yang sampai sekarang masih membuat Fifie kebingungan, mengenai “hubungan” antara Ellen Sulistyo dengan Kodam V/Brawijaya.
Apa harapan yang ingin diraihnya terkait gugatan wanprestasi yang dilayangkan, Fifie mengutarakan bahwa gugatannya agar dikabulkan oleh hakim.
“Dengan fakta – fakta yang terbuka selama persidangan, saya berharap Ellen Sulistyo bisa dihukum dan mempertanggungjawabkan perbuatannya,” ujar Fifie,
“Saya yakin hati nurani hakim bisa melihat bahwa ada dugaan kuat unsur pidananya juga, sesuai dengan LO Prof. Nyoman Nurjaya, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya yang telah di masukkan dalam bukti persidangan,” terang Fifie.
“Nama baik sudah tercoreng dari tindakan Ellen Sulistyo yang tidak menepati perjanjian. Dan materi juga dirugikan sangat banyak, dengan dikabulkan gugatan, kita bisa merehabilitasi nama baik kita, karena bukan kita yang bersalah dalam hal ini tapi dari pihak Ellen Sulistyo,” ujar Fifie.
Perlu diketahui, dari pantauan persidangan yang berlangsung di PN Surabaya, semua agenda sidang sudah dilalui mulai dari para pihak sudah menyerahkan bukti – bukti, dan sudah didengar kesaksian para saksi fakta dan para ahli.
Dari keterangan para saksi fakta baik dihadirkan Penggugat, Tergugat I dan II, diduga kuat Ellen Sulistyo melakukan perbuatan wanprestasi.
Para saksi fakta menyatakan bahwa Ellen Sulistyo memang benar tidak membayar PNBP, profit sharing tidak dibayar penuh selama mengelola resto, uang omset sebesar kurang lebih Rp.3 milyar masuk ke rekening pribadi Ellen Sulistyo di bank Mandiri.
Selain itu, terbuka suatu fakta bahwa listrik, PBB, pajak makanan PB1 10% dan service charge 5% diduga kuat tidak dibayarkan Ellen Sulistyo. Service charge ini seharusnya menjadi hak karyawan tidak diberikan, komplaimen berjumlah ratusan juta selama masa pengelolaan diduga banyak dipakai untuk keluarga Ellen Sulsityo dimasukan dalam omset restoran sehingga mengurangi omset restoran.
Ada juga gaji direksi sebesar Rp.30 juta/bulan selama 3 bulan dengan total Rp.90 juta yang mana gaji direksi yang diduga diambil Ellen Sulistyo padahal itu tidak ada dalam perjanjian. Dimana ini diduga kuat sudah masuk ranah pidana penggelapan dalam jabatan.
Para ahli yang dihadirkan Tergugat I dan II walaupun berseberangan pendapat ada satu pendapat inti yang sama yakni, jika tidak memenuhi isi perjanjian itu disebut sebagai “wanprestasi”.
Ada kejadian yang dianggap kurang wajar, yakni pada saat Ellen Sulistyo tidak membayar PNBP sesuai dengan isi perjanjian, pihak CV. Kraton Resto menjaminkan emas senilai Rp.625 juta sebagai jaminan pembayaran PNBP, namun Kodam masih bersikukuh menutup bangunan restoran tersebut.
Kejadian kedua adalah bangunan restoran yang ditutup oleh Kodam, ada banyak barang didalam restoran, akan tetapi Ellen Sulistyo bisa mengambil barang – barang yang diklaim miliknya atau milik suplaier, padahal tidak ada hubungan hukum apapun antara Kodam dengan Ellen.
Dalam pengambilan barang tersebut pihak Kodam melakukan “operasi malam” dengan menutup akses jalan sekitar restoran pada malam hari untuk memperlancar proses pengambilan barang, dan pihak CV. Kraton yang mempunyai hubungan kerjasama tidak bisa masuk ke area restoran.
Dari kejadian itu, ada beberapa perwira PJU kodam sudah diperiksa oleh Puspomad, akan tetapi belum ada kejelasan hasilnya. Diluar itu semua, Kodam dibawah kepemimpinan Pangdam yang baru yakni Mayjen TNI Rafael Granada Baay terlihat ada perubahan sikap, hal itu ditunjukan ketika kuasa hukum Kodam akan menghadirkan saksi, pada saat persidangan batal menghadirkan saksi, hal itu diapresiasi banyak pihak bahwa Pangdam yang baru diharapkan lebih bijaksana bersikap dalam persoalan ini.
Informasi yang didapatkan dari sumber terpercaya, kasus Sangria ini sudah sampai ke istana Presiden, Mabes TNI, dan Kementerian Pertahanan. @redho fitriyadi